Tak Apa

Rabu, 17 Desember 2014

0 komentar


Tak apa jika siang ini langitku di penuhi awan kelabu
Jika angin datang membawa bulir hujan
Aku akan baik baik saja disini

 Tak apa jika mendung menghiasi langitku sore ini
Jika sang surya tenggelam dalam kesedihan
Aku akan baik baik saja disini
Aku akan tetap memanti apa yang harus aku nanti

Langitku,
Engkau selalu setia dalam menemani hariku
Mendungmu tak pernah kau hiraukan
Yang kau tahu kau selalu ada untuk menemaniku

Langitku
Ketika senja datang perubahan napak jelas di rupamu
Ketika putih berganti pekatnya malam
Kesunyian terpancar menggantikan keramaian yang berlalu

Aku akan tetap baik-baik saja disini
Akan kun anti ketika esok engkau dtang kembali
Dengan harapan yang kau bawa
Dengan sejuta kenangan yang telah menghiasi hariku
Dengan sejuta keindahan serta air mata dan tawa yang menggema

Namun semua itu tak berarti,
Jika mendung terus saja datang dan menghiasi indahnya ufukmu
Jika butiran air hujan terus saja menghujami bumiku
Dan ketika engkau terus saja dihiasi awan kelabu

Tetapi aku akan selalu disini
Selalu untuk setia menunggumu
Setia menanti ketika mendung teah pergi dari suramnya wajahmu
Untuk menanti akhir dari tetesan yang menghujam bumiku
Dan menanti agar sinarmu terpancar kembali ke dalam hatiku

Dan sampai kapanpun aku akan tetap baik baik saja
Akan tetap memantimu sampai sinarmu telah redup dan tak berbekas lagi
Sampai tangan Tuhan yang akan menyatukan kita
Ketika kita sudah berada dalam sebuah keabadian

Untuk saat ini, aku akan baik baik saja…


Written by Elang Senja Nusakambangan, Delanggu 15 Desember 2014.

Situs Ratu Boko, Prambanan

Selasa, 25 November 2014

0 komentar


Situs ini menampilkan atribut sebagai tempat berkegiatan atau situs pemukiman, namun fungsi tepatnya belum diketahui dengan jelas. Ratu Boko diperkirakan sudah dipergunakan orang pada abad ke-8 pada masa Wangsa Sailendra (Rakai Panangkaran) dari Kerajaan Medang (Mataram Hindu). Dilihat dari pola peletakan sisa-sisa bangunan, diduga kuat situs ini merupakan bekas keraton (istana raja). Pendapat ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kompleks ini bukan candi atau bangunan dengan sifat religius, melainkan sebuah istana berbenteng dengan bukti adanya sisa dinding benteng dan parit kering sebagai struktur pertahanan Sisa-sisa permukiman penduduk juga ditemukan di sekitar lokasi situs ini.
Nama "Ratu Baka" berasal dari legenda masyarakat setempat. Ratu Baka (Bahasa Jawa, arti harafiah: "raja bangau") adalah ayah dari Loro Jonggrang, yang juga menjadi nama candi utama pada komplek Candi Prambanan. Kompleks bangunan ini dikaitkan dengan legenda rakyat setempat Loro Jonggrang.
Secara administratif, situs ini berada di wilayah dua Dukuh, yakni Dukuh Dawung, Desa Bokoharjo dan Dukuh Sumberwatu, Desa Sambireja, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Indonesia.
Situs ini dicalonkan ke UNESCO untuk dijadikan Situs Warisan Dunia sejak tahun 1995.

Riwayat

Situs Ratu Boko pertama kali dilaporkan oleh Van Boeckholzt pada tahun 1790, yang menyatakan terdapat reruntuhan kepurbakalaan di atas bukit Ratu Boko. Bukit ini sendiri merupakan cabang dari sistem Pegunungan Sewu, yang membentang dari selatan Yogyakarta hingga daerah Tulungagung. Seratus tahun kemudian baru dilakukan penelitian yang dipimpin oleh FDK Bosch, yang dilaporkan dalam Keraton van Ratoe Boko. Dari sinilah disimpulkan bahwa reruntuhan itu merupakan sisa-sisa keraton.
Prasasti Abhayagiri Wihara yang berangka tahun 792 M merupakan bukti tertulis yang ditemukan di situs Ratu Baka. Dalam prasasti ini menyebut seorang tokoh bernama Tejahpurnapane Panamkarana atau Rakai Panangkaran (746-784 M), serta menyebut suatu kawasan wihara di atas bukit yang dinamakan Abhyagiri Wihara ("wihara di bukit yang bebas dari bahaya"). Rakai Panangkaran mengundurkan diri sebagai Raja karena menginginkan ketenangan rohani dan memusatkan pikiran pada masalah keagamaan, salah satunya dengan mendirikan wihara yang bernama Abhayagiri Wihara pada tahun 792 M. Rakai Panangkaran menganut agama Buddha demikian juga bangunan tersebut disebut Abhayagiri Wihara adalah berlatar belakang agama Buddha, sebagai buktinya adalah adanya Arca Dyani Buddha. Namun ditemukan pula unsur–unsur agama Hindu di situs Ratu Boko Seperti adanya Arca Durga, Ganesha dan Yoni.
Tampaknya, kompleks ini kemudian diubah menjadi keraton dilengkapi benteng pertahanan bagi raja bawahan (vassal) yang bernama Rakai Walaing Pu Kumbayoni. Menurut prasasti Siwagrha tempat ini disebut sebagai kubu pertahanan yang terdiri atas tumpukan beratus-ratus batu oleh Balaputra. Bangunan di atas bukit ini dijadikan kubu pertahanan dalam pertempuran perebutan kekuasaan di kemudian hari.
Di dalam kompleks ini terdapat bekas gapura, ruang Paseban, kolam, Pendopo, Pringgitan, keputren, dan dua ceruk gua untuk bermeditasi.

Keistimewaan Situs Ratu Boko

Berbeda dengan peninggalan purbakala lain dari zaman Jawa Kuno yang umumnya berbentuk bangunan keagamaan, situs Ratu Boko merupakan kompleks profan, lengkap dengan gerbang masuk, pendopo, tempat tinggal, kolam pemandian, hingga pagar pelindung.
Berbeda pula dengan keraton lain di Jawa yang umumnya didirikan di daerah yang relatif landai, situs Ratu Boko terletak di atas bukit yang lumayan tinggi. Ini membuat kompleks bangunan ini relatif lebih sulit dibangun dari sudut pengadaan tenaga kerja dan bahan bangunan. Terkecuali tentu apabila bahan bangunan utamanya, yaitu batu, diambil dari wilayah bukit ini sendiri. Ini tentunya mensyaratkan terlatihnya para pekerja di dalam mengolah bukit batu menjadi bongkahan yang bisa digunakan sebagai bahan bangunan.
Kedudukan di atas bukit ini juga mensyaratkan adanya mata air dan adanya sistem pengaturan air yang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kolam pemandian merupakan peninggalan dari sistem pengaturan ini; sisanya merupakan tantangan bagi para arkeolog untuk merekonstruksinya.
Posisi di atas bukit juga memberikan udara sejuk dan pemandangan alam yang indah bagi para penghuninya, selain tentu saja membuat kompleks ini lebih sulit untuk diserang lawan.
Keistimewaan lain dari situs ini adalah adanya tempat di sebelah kiri gapura yang sekarang biasa disebut "tempat kremasi". Mengingat ukuran dan posisinya, tidak pelak lagi ini merupakan tempat untuk memperlihatkan sesuatu atau suatu kegiatan. Pemberian nama "tempat kremasi" menyiratkan harus adanya kegiatan kremasi rutin di tempat ini yang perlu diteliti lebih lanjut. Sangat boleh jadi perlu dipertimbangkan untuk menyelidiki tempat ini sebagai semacam altar atau tempat sesajen

SUMBER

Beberapa kali saya mampir kesana, dan beginilah suasana di Situs Ratu Boko:






































Museum Soesilo Soedarman

Senin, 24 November 2014

0 komentar
Siapa itu Soesilo Soedarman?

Menurut Sumbernya :

Profil Soesilo Soedarman

Museum Soesilo Soedarman didirikan di Desa Gentasari, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap, Propinsi Jawa Tengah. Museum ini menempati Pendopo Wisma Mbah Ageng, dibangun pada tahun 1899 oleh Eyang Dipakarsa, Penatus Pertama Desa Gentasari, yang dikenal pula sebagai Eyang Mendali, dan merupakan Eyang Buyut dari Soesilo Soedarman.

Soesilo Soedarman lahir di Desa Nusajati, Maos, Cilacap, pada 10 Nopember 1928, sebagai anak keempat dari 12 bersaudara, putra dari Bapak Soedarman Wiryosoedarmo dan Ibu Soembijah. Masa kecil Soesilo Soedarman dilewatkan di Pendopo Wisma Mbah Ageng ini. Ia tinggal bersama kakeknya, Eyang Bona Wangsawiredja, yang juga menjabat sebagai Penatus Desa Gentasari ini. Sedang sang ayah, Soedarman Wiryosoedarmo, adalah Sekretaris (Carik) Desa Gentasari.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di Maos-Cilacap, Soesilo Soedarman melanjutkan pendidikan Taman Siswa di Yogyakarta, dan menjadi salah satu murid Ki Hadjar Dewantara. Usai menamatkan pendidikan Sekolah Menengah, dan sesuai panggilan jamannya untuk berjuang mempertahankan Negara Republik Indonesia yang baru merdeka, Soesilo Soedarman masuk pendidikan Akademi Militer Yogyakarta Angkatan I (1945-1948) dan dilantik sebagai Perwira berpangkat Letnan Dua, oleh Presiden RI, Ir.Soekarno, pada 28 Nopember 1948 di Gedung Agung, Yogyakarta, termasuk salah satu Lulusan Terbaik MA-Yogya.

Ia ikut diberbagai operasi militer dan operasi gerilya, baik semasa Taruna MA-Yogya maupun saat menjadi Perwira Remaja, sampai pada Penyerahan Kedaulatan RI, Tahun 1949. Medan Palagan yang diikutinya, termasuk di wilayah Priangan Utara, Operasi Penumpasan Pemberontakan PKI-Madiun 1948, serta Operasi Perang Kemerdekaan II di wilayah sekitar Yogyakarta, bergabung dalam kesatuan Sub-Werkhreise 104, Werkhreise III.

Soesilo Soedarman menikah dengan Widaningsri, putri Bapak H. Mohamad Mangundiprodjo dan Ibu Kamariatun, pada 15 April 1951 di Pendopo Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Sang Mertua, kala itu, menjabat Bupati Ponorogo. Dari hasil perkawinan ini, Soesilo Soedarman dikaruniai lima anak, terdiri 1 puteri dan 4 putera.

Perjalanan karir militer Soesilo Soedarman amatlah panjang dan beragam, mencakup penugasan di Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Padalarang, Padang, Makassar, Magelang, Medan, Amerika Serikat, Negeri Belanda dan Rusia. Ragam penugasannya amat banyak, dari seorang Perwira Operasi, Komandan Pasukan, Pendidik, Atase Pertahanan, Staff Umum, sampai menjadi seorang Panglima Komando Wilayah Pertahanan, dengan pangkat Letnan Jenderal TNI.

Ia meraih pangkat Jenderal TNI, Bintang Empat, pada tahun 1993, saat mejabat sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam), Kabinet Pembangunan VI.

Selain sebagai seorang tokoh militer Indonesia yang turut memodernisasi organisasi, sumberdaya manusia dan alat-peralatan TNI, Soesilo Soedarman juga adalah seorang diplomat, seorang negarawan dan seorang tokoh masyarakat. Ia memangku jabatan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia di negara Amerika Serikat (1985 – 1988).

Jabatan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Kabinet Pembangunan V dipangku pada kurun 1988-1993. Sedang jabatan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Kabinet Pembangunan VI, merangkap Ketua Harian Dewan Kelautan Nasional, dipangku pada kurun 1993 sampai akhir hayatnya, pada 18 Desember 1997. Sebagai tokoh masyarakat, ia adalah juga Anggota Kehormatan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat, Pengurus Olah Raga Menembak PERBAKIN, Ketua Umum Olah Raga Angkat Besi dan Binaraga PABBSI, serta Anggota Dewan Penyantun Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Universitas Negeri 11 Maret, Surakarta dan Universitas Lampung. Ia juga memimpin berbagai organisasi kemasyarakatan, seperti: Yayasan Ginjal Indonesia (YAGINA), Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (SENAWANGI), Yayasan Ki Hadjar Dewantara, Paguyuban Werkhreise-III, Ketua Umum Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri ABRI (PEPABRI) dan Ketua Yayasan Seruan Eling Banyumas (Seruling Mas).

Jenderal TNI (Purn) H.Soesilo Soedarman wafat pada 18 Desember 1997 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata Jakarta dengan Upacara Kebesaran Militer. Bendera Setengah Tiang dikibarkan di seluruh Indonesia, selama 3 hari. Ia menyandang 25 Bintang Kehormatan, Satya Lencana dan penghargaan dari negara negara: Indonesia, Amerika Serikat, Negeri Belanda dan Kerajaan Austria. Sebagai manusia Indonesia yang dilahirkan dan dibesarkan di desa kecil ini, Desa Nusajati – Gentasari, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, perjalanan hidup Soesilo Soedarman tentunya merupakan suatu prestasi yang luar biasa, dan dapat dijadikan teladan bagi generasi penerus bangsa dimasa mendatang.

Koleksi Museum

Bangunan arsitektur Pendopo Jawa Wisma Mbah Ageng ini memperlihatkan ciri khas Pendopo Banyumas yang dibangun tahun 1899. Didalam pendopo dijumpai perabot rumah tangga dan ornamen pusaka-pusaka Keluarga Jawa pada Akhir Abad-19, awal Abad 20.

Dihalaman Museum terpajang Kendaraan Panser Amphibi BRDM Batalyon Kavaleri I TNI-AD “Badak Putih”, buatan Rusia tahun 1958. Mayor Kavaleri Soesilo Soedarman adalah Komandan Batalyon ini, kurun 1959-1960. Didalam Museum terpajang beragam foto dan peluru kanon tank serta panser Indonesia, seperti tank AMX-13, SCORPION, panser Saladin dan V-150. Soesilo Soedarman juga adalah perintis Korps Kavaleri Indonesia.

Terdapat pula koleksi Patung Badak Cula Satu VISIT INDONESIA YEAR 1991, sebagai lambang Promosi Pariwisata Indonesia, serta Replika Pesawat Boeing 747-400 Garuda Indonesia VISIT INDONESIA YEAR 1991.

Di Museum ini terdapat koleksi Foto Peristiwa saat masa kecil Soesilo Soedarman, saat ia mengabdi sebagai Perwira TNI, saat ia menjadi seorang Diplomat, saat ia mengabdi sebagai Anggota Kabinet RI, serta perannya sebagai Tokoh Masyarakat.

Diperagakan pula Pakaian Dinas Upacara IV TNI-AD, Pakaian Nasional TELUK BELANGA Duta Besar RI di Amerika Serikat, serta Pakaian-Pakaian Soesilo Soedarman pada Acara-Acara Khusus.

Pataka Kowilhan-I SYUHBRASTA SAPARANG MUKA disimpan di Museum ini. Letjen TNI Soesilo Soedarman adalah Panglima Kowilhan-I yang terakhir (1980-1985), dengan wilayah tanggung jawab seluruh Pulau Sumatera dan Kalimantan Barat.

Dipajang pula Meriam Howitzer 122 MM dan Mortir Berat 120 MM Korps Marinir TNI-AL. Soesilo Soedarman pernah menjabat Komandan Jenderal AKABRI (1978-1980) dan Ketua Dewan Kelautan Nasional (1996-1997).

Koleksi Bintang Kehormatan dan Penghargaan dari berbagai negara milik Soesilo Soedarman, juga disimpan di Museum ini.

Pesawat Patroli Maritim NOMAD N-22 TNI-AL dengan nomor P-806, yang merupakan Pesawat Panglima Kowilhan-I, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan Laut Wilayah-I, 1980-1985, juga diperagakan di halaman Museum.

Koleksi pistol dan senapan militer, a.l.: Pistol FN-45, Pistol P-1, Pistol TT, Senapan M-1, SP-1, Senapan Serbu M-16 A-1, SS-1 V-1, HK-33, AK-47, AK-56, Senapan Mesin RPD, Pelontar Granat , Pistol Mitraliur, Peluncur Granat Roket RPG-7 dan Shot Gun tersimpan di Museum ini.

Gamelan Keluarga Kyai Manis, dan seperangkat wayang kulit, dibuat sekitar Abad-18, menghiasi bagian Timur museum, berikut foto-foto kegiatan Soesilo Soedarman mengembangkan budaya Jawa bersama Keluarga Kraton Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta dan Kerajaan Mangkunegaran.

Sebuah Warung Telekomunikasi didirikan di dekat Museum terkait peran Soesilo Soedarman dalam mencetuskan Program Telekomunikasi Indonesia. Koleksi foto-foto aktifitas telekomunikasi, serta plakat-plakat pemberian dari kerabat terdapat di dalam Wartel ini.

Di halaman Museum terdapat pula sistem listrik surya, telpon satelit, koleksi tanaman tropis, taman hortikultura Indonesia, kolam memancing, serta areal bermain anak-anak.

Museum ini juga menyediakan fasilitas Mushola, Perpustakaan dan Kolam Berenang untuk anak-anak.
 Alamat Museum:
Desa Gentasari, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah
Telpon/Fax: 0282-494400
HP: 0815 4885 3654 dan 0815 4295 8805.


Museum Soesilo Soedarman dapat dicapai melalui jalan darat Rute Selatan: Dari Yogyakarta – Kebumen – Gombong – Buntu – Sampang. Dari Kota Sampang, menuju ke Selatan, ke Desa Gentasari. Jarak Sampang – Gentasari: 5 Kilometer.
Beberapa Galeri Koleksi Museum: 


























 Tertarik? Anda hanya perlu merogok Kocek tidak sampai 5.000 untuk menikmati keragaman Sejarah Indonesia di Museum Ini...